Saturday, April 7, 2007

Dan Kata-kata pun tak Mampu Melukiskan

Ada saat,
Dimana kata, hanya sekedar kata,
Diam, tak mampu mengusung makna,
Atas sebuah peristiwa,
Yang terjadi di depan mata.

Ada saat,
Dimana hati, –tak bisa bicara–,
Ketika menyaksikan kebiadaban yang kelewat batas,
Dipertontonkan bagai sebuah kisah sandiwara,
Hanya saja sandiwara ini tak kan mungkin berulang,
Dan para pelakon menjadi mayat-mayat,
Yang tak ’kan bangkit kembali membuka mata.

Ada kata-kata yang terdengar : ”Manuela,..”
Hatiku tak mampu membisikkan nama-mu,
Yang tenggelam dalam tawa sang Rahwana,
membiru dendam, menghanguskan keceriaan,
di pagi yang cerah.

Ada ratap tangis, dan jutaan mata basah oleh airmata,
”Haruskah kembali ledakan, demi ledakan, menghancurkan
negeri ini ?” jerit batinku,
Sang Iblis berpesta di angkasa,
Hatiku masih saja meneriakkan ”Manuela, ”,
Ketika kutatap sosokmu yang lemah dan berdarah,
Digotong sang penolong yang perkasa.

Manuela,
Sungguh aku tak mampu melukiskan,
Dengan kata-kata yang biasa ’ku jalin,
Kata-kata yang biasa kujadikan sahabat,
Kata-kata bersayap yang membumbung tinggi di angkasa,
Ketika berbicara cinta dan kebahagiaan,
Dan terperosok dalam kehampaan,
Ketika berbicara tentang luka dan derita.

Manuela,
Sungguh aku tak mampu melukiskan,
Dengan kata-kata ataupun ungkapan,
Iblis yang telah merenggut senyummu,
Di pagi yang kelabu.
by: puisi Indonesia
Untuk : Elisabeth Manuela Bambina Musu, dan para korban Bom Kuningan 9 September 2004

1 comment:

lobster balap said...

klo ada yg bisa gw bantu hub 085692618785